9 Oktober 2020 2.651x Artikel, Pojok Pringsewu, Sejarah
Sejarah Awal Mula Pringsewu bermula dari program transmigrasi pertama di Indonesia oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1905. Transmigrasi pertama ini memindahkan warga masyarakat Sukadana Kecamatan Begelen Jawa Tengah menuju wilayah Lampung yang kemudian menempati koloni baru yang juga mereka namai dengan nama Bagelen. Berikut ulasan Sejarah Awal Mula Pringsewu.
Pada November 1905, setelah singgah sebentar di Kota Betawi, orang-orang dari Jawa itu naik kapal dari Tanjung Priok mengarungi laut Jawa bagian barat kemudian melayari Selat Sunda dan akhirnya tiba di palabuhan kecil di Lampung. Pelabuhan tempat mendaratnya orang-orang Jawa tersebut berada di Gudang Lelang, Teluk Betung. Dari daerah yang kini menjadi pasar ikan, orang-orang Jawa itu berjalan kaki ke Gedong Tataan selama dua hari.
Rombongan pertama sebanyak 155 keluarga dari Bagelen, Karesidenan Kedu, Jawa Tengah, belanda tempatkan di daerah Bagelen di Gedong Tataan Lampung ibukota Kabupaten Pesawaran.
Tak ada kendaraan bermotor untuk mengangkut 815 orang yang terdiri atas 155 kepala keluarga (KK) beserta anggota keluarganya. Daerah-daerah yang mereka lalui masih sepi. Hari-hari berat pun langsung menghadang. Mereka bermalam di jalan. Lokasi mereka menginap di daerah Negeri Sakti, yang kini terdapat Rumah Sakit Jiwa di dekatnya.
Esoknya mereka melanjutkan perjalanan hingga tiba di daerah yang dituju. Setelah itu barulah mereka mulai membuka lahan. Setengah hari bekerja mengurus lahan untuk kepentingan pemerintah Belanda, setengah harinya lagi untuk mengurus ladang milik mereka sendiri. Pemerintah kolonial memodali dengan bola besi berdiameter 50 cm untuk merobohkan pepohonan.
Pemerintah Kolonial Hindia Belanda memberi setiap KK premi 20 gulden, disediakan alat-alat masak dan alat-alat pertanian. Mereka juga diberi material untuk membangun perumahan dan bahan-bahan makan untuk dua tahun. Menurut Anggaran Pemerintah, biayanya per KK adalah 300 gulden, tidak termasuk biaya pembangunan jalan dan irigasi. Hal itu dilakukan hingga tahun 1927.
Angkatan pertama kolonisten membuka kebun karet di sekitar Gedong Tataan. Sebelum punya rumah dan membuat kampung, orang-orang Jawa itu tinggal sementara di sebuah bangunan yang disebut bedeng. Bedeng itu sekarang sudah menjadi bagian tangsi TNI.
Setelah 155 KK tiba di Gedong Tataan pada 1905, bergelombang-gelombang orang-orang Jawa yang jadi kolonisten pun berdatangan ke Keresidenan Lampung.
Kolonisasi ke Lampung tercatat sebanyak 44.687 KK dengan 175.867 jiwa yang berasal dari Jawa Tengah (5.839 KK : 25.25.718 jiwa), Jawa Timur (19.567 KK : 62.782 jiwa), dan daerah lain-lain (eks buruh kontrak dan Bangka) sebanyak 19.281 KK dengan 87.367 jiwa.
Kolonisasi di Lampung dalam beberapa tahap, yaitu :
Dari tahun ke tahun situasi dan fasilitas para kolonisten menjadi jauh lebih baik dari angkatan pertama yang datang pada 1905, antara lain sudah banyaknya jalan yang dibangun dan kendaraan bermesin pun sudah disediakan untuk mengangkut para kolonisten.
Fasilitas untuk menunjang kegiatan pertanian pun semakin disediakan. Sarana irigasi dibangun, antara lainya viaduct (jembatan air atau jalur air). Salah satu yang masih tersisa di desa Pajaresuk, di Pringsewu. Viaduct itu terbangun sekitar 1928. Poliklinik untuk kesehatan kolonisten dan sekolah dasar untuk anak-anak juga sudah ada. Dibangunkan sekolah dasar yang mengajarkan berhitung, membaca dan menulis yang dinamai Bagelen School.
Dari koloni pertama, masyarakat yang berasal dari pulau jawa mulai melakukan migrasi menuju berbagai tempat untuk mencari penghidupan yang lebih baik. Mereka berpindah ke daerah bagian barat sungai Bulok, maka kemudian jadilah desa Sidoharjo yang artinya ‘sido” jadi dan harjo adalah sejahtera, maka terbentuklah desa Sidoharjo di awal tahun 1920 an.
Pada tahun 1925-an mereka pun membuka area permukiman baru dengan membabat hutan bambu yang cukup lebat di sekitar kampung bernama Margakaya yakni daerah yang dihuni masyarakat asli suku Lampung-Pubian yang berada di tepi aliran sungai Way Tebu 4 km dari pusat Kota Pringsewu ke arah selatan saat ini. baca : Nenek Moyang Orang Margakaya
Karena begitu banyaknya pohon bambu di hutan yang mereka buka tersebut, maka orang menamakan Pringsewu, yang berasal dari bahasa Jawa yang artinya Bambu Seribu. Sebagian juga memilih area yang sekarang dekat pasar Pringsewu yang banyak tertumbuhi pohon bambu liar dan berukuran besar. Setelah tempat tersebut terbuka orang beri nama tempat tersebut Pringombo. Tempat yang awalnya tertumbuhi pohon bambu liar berukuran besar.
Penyebaran saat itu juga menuju daerah baru yakni daerah yang kemudian orang beri nama Tambah Rejo dan Gading Rejo. Dari tempat tersebut lantas menyebar pada area terjauh yang ahirnya orang beri nama Wates. Arti Tambah Rejo adalah bentuk harapan masyarakat karena arti “rejo” adalah baik maka kata Tambah Rejo adalah sebuah harapan untuk jadi lebih baik di desa yang baru. Sementara desa Wates adalah batas ahir mendirikan bangunan sampai ke ujung desa maka orang sebut desa Wates.
Selanjutnya, pada tahun 1936 berdiri pemerintahan Kawedanan Gedong Tataan dengan ibu kota Pringsewu. Cerita panjang perjalanan orang-orang dari Jawa Tengah yang mengikuti program transmigrasi pemerintah Hindia Belanda berakhir pada Pringsewu Tempat di Sumatera Rasa Jawa Tengah. Yang mana hari ini menjadi daerah yang cukup aman dan kondusif untuk orang tinggali.
Pada tahun 1936 berdiri pemerintahan Kawedanan Tataan yang beribukota di Pringsewu, dengan Wedana pertama yakni Bapak Ibrahim hingga 1943. Selanjutnya Kawedanan Tataan berturut-turut terpimpin oleh Bapak Ramelan pada tahun 1943, Bapak Nurdin pada tahun 1949, Bapak Hasyim Asmarantaka pada tahun 1951. Bapak Saleh Adenan pada tahun 1957, serta pada tahun 1959 terangkat sebagai Wedana yaitu Bapak R.Arifin Kartaprawira yang merupakan Wedana terakhir hingga tahun 1964, saat pemerintahan Kawedanan Tataan terhapuskan.
Pada tahun 1964, terbentuk pemerintahan Kecamatan Pringsewu yang merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Selatan sesuai dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1964, yang sebelumnya Pringsewu juga pernah menjadi bagian dari Kecamatan Pagelaran yang juga beribukota di Pringsewu.
Dalam sejarah perjalanan berikutnya, Kecamatan Pringsewu bersama sejumlah kecamatan lainnya di wilayah Lampung Selatan bagian barat yang menjadi bagian wilayah administrasi Pembantu Bupati Lampung Selatan Wilayah Kotaagung, masuk menjadi bagian wilayah Kabupaten Tanggamus berdasarkan Undang-undang Nomor 2 Tahun 1997, hingga terbentuk sebagai daerah otonom yang mandiri.
Kabupaten Pringsewu merupakan wilayah heterogen terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, dengan masyarakat Jawa yang cukup dominan, selain masyarakat asli Lampung, yang terdiri dari masyarakat yang beradat Pepadun (Pubian) serta masyarakat beradat Saibatin (Peminggir).
Pringsewu mempunyai luas wilayah 625 km2, berpenduduk 377.857 jiwa (data 2011) terdiri dari 195.400 laki–laki dan 182.457 perempuan. Kabupaten Pringsewu terdiri dari 96 pekon (desa) dan 5 kelurahan, yang tersebar di 9 kecamatan, yaitu Kecamatan Pringsewu, Pagelaran, Pardasuka, Gadingrejo, Sukoharjo, Ambarawa, Adiluwih, Kecamatan Banyumas dan Pagelaran Utara. Dari segi luas wilayah, Kabupaten Pringsewu saat ini merupakan kabupaten terkecil, sekaligus terpadat di Provinsi Lampung.
Demikian Sejarah Awal Mula Pringsewu yang saat ini daerah yang dahulunya hutan bambu tersebut telah menjelma menjadi sebuah kota yang cukup maju dan ramai di Provinsi Lampung, yakni yang sekarang terkenal sebagai ‘Pringsewu’ yang saat ini juga merupakan salah satu kota terbesar di Provinsi Lampung.
berbagai sumber*
Baca juga
Apabila ada yang ditanyakan, silahkan hubungi kami melalui kontak di bawah ini.
Belum ada komentar